| Struktur rel bergelombang yang menjadi tapak dari gerbong-gerbong pengangkut batubara itu seakan tak penting untuk mereka persoalkan. Muda-mudi itu tetap terlihat nyaman menikmati perjalanan mereka di dalam kereta berudara sejuk dan penuh alunan musik itu. Tak terasa, perjalanan dari Stasiun Kertapati di Kota Palembang menuju Stasiun Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, itu selesai sudah. Dengan kecepatan tempuh rata-rata 60 km/jam, kereta moderen berkepala biru muda dengan strip hijau bernama ”Kertalaya” ini hanya membutuhkan waktu antara 20-25 menit untuk menelusuri rel sepanjang 22,5 kilometer yang dilaluinya. Alunan beat-beat merdu yang disuarakan band-band masa kini dari lubang sejumlah pengeras suara di atas kepala, serasa meleburkan guncangan akibat tidak ratanya permukaan rel. |
Sarana transportasi massal yang diresmikan pengoperasiannya oleh Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal, awal Februari 2009 silam, ini memang dikhususkan penggunannya bagi para mahasiswi Universitas Sriwijaya (Unsri) dan para staf pengajarnya yang berdomisili di Kota Palembang. Nama ”Kertalaya” sendiri merupakan penggalan dari dua nama stasiun yang yang menjadi titik awal dan akhir perjalanannya: Kertapati dan Indralaya.
Di luar waktu tempuh yang jauh lebih singkat dibandingkan bus, tingkat kenyamanan yang disuguhkan di dalam kereta moderen jenis railbus rakitan ini kian membuatnya lebih unggul. Rangkaian railbus ini terdiri dari 3 set kereta (gerbong) penumpang, dengan kapasitas angkut masing-masing 110 orang duduk dan berdiri, dengan perbandingan duduk 36 orang dan berdiri 74 orang.
Konstruksi railbus pertama yang dioperasikan di Indonesia ini berbentuk streamlined atau aerodinamis berbahan hybrid composite, jauh berbeda dengan kereta konvensional yang pernah ada di Indonesia yang menggunakan logam penuh. Struktur bogie atau rangkanya (chasis) menggunakan articulated bogie (menyatu dengan bodi) dan single axle atau sumbu roda tunggal, sehingga membuat gerbong dapat tetap "lekat" pada rangkaiannya jika mengalami anjlokan dalam kecepatan tinggi. Secara teori, rangkaian seperti ini lebih aman dibandingkan rangkaian KA konvensional.
Jika dipacu maksimal, railbus rakitan PT Inka Madiun yang mengandalkan mesin diesel elektrik berkapasitas 290 kilo volt ampere (KVA) ini mampu berlari dengan kecepatan hingga100 km/jam. Namun dalam pengoperasiannya, dengan alasan keamanan, PT Kereta Api Sub Divisi Regional III 1 Kertapati Sumatera Selatan, hanya memacu dengan kecepatan rata-rata 60 km/jam. ”Konstruksi rel yang bergelombang dan banyaknya penduduk yang hilir mudik di sekitar perlintasan menjadi alasan kami untuk tidak memacu railbus ini dengan kecepatan maksimal,” jelas Manajer PT KA Divre III.1 Kertapati, D. Odang Bhakti.
Lovi Aninda, mahasiswi semester pertama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sriwijaya, di ruang tunggu Stasiun Kertapati, mengatakan bahwa dirinya lebih memilih untuk menggunakan railbus ini dari pada naik bus. Selain jauh lebih murah, Kertalaya cukup sarat dengan fasilitas yang membuatnya begitu nyaman. ”Enak, sudah murah, full AC juga full music dan bersih. Sangat nyaman naik kereta ini, apalagi semua penumpangnya teman-teman satu kampus,” tutur Lovi, di ruang tunggu Stasiun Kertapati, Kota Palembang, Selasa, 15 Desember 2009.
”Dan, yang terpenting, jadwalnya tepat waktu,” imbuh dara manis berusia 18 tahun itu, yang langsung diamini dua rekannya, Dian dan Yuli. Dengan jadwal yang disesuaikan dengan waktu belajar mahasiswa, ketiganya mengaku sangat terbantu oleh pengoperasian KA Kertalaya ini, karena mereka bisa datang ke kampus tepat waktu. *** Kendati jauh lebih moderen, lebih tepat waktu, serta jauh lebih nyaman dari angkutan jenis lain maupun KA konvensional yang pernah ada, KA Kertalaya memang tak seketika menjadi sarana angkutan umum favorit para mahasiswa dan staf pengajar di Unsri sebagaimana saat ini. Para mahasiswa, terutama, sempat mempermasalahkan besaran tarif yang dikenakan pada awal pengoperasian, yakni Rp3000 per orang.
Meskipun sesungguhnya tarif tersebut merupakan tarif bersubsidi yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pemprov Sumsel dan PT KA Divre III Sumsel—di mana Pemprov Sumsel memberikan subsidi sebesar Rp1000 per orang atas selisih dari tarif dasar yang dikenakan PT KA sebesar Rp4000—mahasiswa menilai tarif Rp3000 masih terlalu tinggi. Alasan mereka, lokasi Stasiun Kertapati yang menjadi titik tolak tidak terletak di pusat kota. Kondisi ini membuat mereka harus mengeluarkan tambahan untuk ongkos perjalanan menuju stasiun. Atas dasar itulah sebagian besar mahasiswa lebih memilih tetap menggunakan Bus Mahasiswa yang dikontrak pihak manajemen kampus, yang biasa mengangkut mereka dari Palembang ke kampus Unsri di Indralaya.
Dengan menumpang bus mahasiswa yang bertarif Rp5.000 per orang, mereka mengaku bisa menghemat ongkos. Untuk menumpang bus mahasiswa, mereka cukup mendatangi sejumlah halte yang telah disediakan Dinas Perhubungan maupun di kampus Unsri Bukit Besar dengan berjalan kaki. Mereka tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk bolak balik kampus-stasiun.
Namun saat ini, bus mahasiswa itu telah tiada. ”Kontraknya sudah habis dan tidak diperpanjang lagi oleh pihak kampus. Sebagai gantinya, pihak kampus menyediakan bus gratis untuk mengangkut mahasiswa dari kampus menuju stasiun Indralaya dan sebaliknya. Bus-bus itu datang dan pergi sesuai jadwal pemberangkatan dan kedatangan kereta,” Odang Bhakti menambahkan.
Dengan diputusnya kontrak bus mahasiswa tersebut, secara otomatis tingkat isian KA Kertalaya pun meningkat. Terlebih, sejak 10 Oktober 2009 lalu, tarif KA Kertalaya diturunkan menjadi Rp2500 per penumpang. ”Kenaikannya sangat signifikan sekali sejak bus mahasiswa tidak lagi beroperasi dan tarifnya diturunkan,” sambung M Baiki, asisten Manajer Sub Divre III.1 Kertapati Bidang Angkutan Penumpang.
Baiki memaparkan, Sepanjang bulan September, di mana tarif masih dipatok Rp3000 per penumpang, total penumpang yang diangkut KA Kertalaya hanya sebanyak 472 orang. Sementara pada Oktober, jumlahnya meningkat hingga tiga kali lipat, yaitu mencapai 1.393 penumpang. ”Sedangkan total penumpang yang diangkut selama bulan Nopember kemarin, totalnya mencapai 6.733 orang,” lanjut Baiki. *** KA Kertalaya memang bukan sarana angkutan KA khusus pertama yang dioperaskan untuk mengangkut mahasiswa Unsri dari Kertapati menuju Indralaya dan sebaliknya. Sebelumnya, Pemprov Sumsel juga telah menjalin kerja sama pengoperasian KA bersubsidi bagi para mahasiswa dan staf pengajar Unsri, yaitu KA Seruni yang dioperasikan mulai Maret 2008.
KA Seruni merupakan rangkaian KA konvensional yang juga terdiri dari tiga set kereta penumpang dengan kapasitas angkut yang tak jauh berbeda. Tarif dan rutenya tak berbeda dengan Kertalaya, Rp2500 per penumpang sekali jalan tujuan Kertapati-Indralaya PP. Hanya saja, fasilitas yang tersedia di Seruni berbanding terbalik dengan yang ada di Kertalaya. KA Seruni tidak dilengkapi dengan sarana AC untuk menyejukkan ruangan maupun pemutar musik. Untuk mengusir udara panas, pihak PT KA hanya meng-install sejumlah kipas angin elektrik di setiap set kereta.
PT KA Divre III Sumsel menyandingkan pengoperasian KA Seruni dengan Kertalaya. Kedua-duanya melayani mahasiswa Unsri pada empat jadwal. Yaitu untuk pemberangkatan pukul 07.30 WIB dan 09.00 WIB dari Stasiun Kertapati menuju Indralaya, serta pemulangan pukul 09.30 WIB dan pukul 14.00 WIB pada rute sebaliknya.
Tujuan pengoperasian kereta api khusus bagi mahasiswa Unsri ini salah satunya adalah untukmengurangi beban jalan raya dan memenimalisasi tingkat kecelakaan jalan raya. Di sisi lain, KA untuk memberikan alternatif baru layanan transportasi bagi mahasiswa—yang selama ini digantungkan pada angkutan bus dan angkutan umum lainnya maupun kendaraan pribadi—untuk menjangkau kampus mereka di Indralaya yang berada agak di pinggiran kota, jauh di luar Kota Palembang. Kampus Unsri di Indralaya ini adalah kampus kedua yang statusnya kini menjadi kampus utama. Kampus yang areanya cukup luas itu menggantikan kampus lama di Kota Palembang yang saat ini digunakan untuk program kelas sore/ekstensi dan pasca sarjana serta beberapa kegiatan lain.
Selain memiliki kapasitas yang jauh lebih massif, jarak tempuh bepergian dengan KA juga jauh lebih pendek dan jadwalnya pun lebih teratur. Keuntungan lain yang tak kalah penting adalah tingkat keselamatan KA relatif jauh lebih tinggi dibandingkan angkutan darat lain seperti bus.
Sebagaimana diketahui, awal Juli 2009 lalu, Bus Mahasiswa Unsri sempat mengalami kecelakaan. Bus yang membawa sekitar 40 penumpang itu terbalik di Jalan Sriwijaya Raya KM 11, Indralaya, Ogan Ilir, sekitar pukul 09.00 WIB. Kecelakaan yang terjadi di lokasi yang berjarak beberapa kilometer dari kampus Unsri tersebut menelan korban jiwa. Kondektur bus nahas itu tewas di lokasi kejadian karena terimpit badan bus. Sementara tiga penumpang lain mengalami luka-luka.
”Bus relatif rentan mengalami kecelakaan di jalan raya. Karena itu, Pemprov Sumsel mengambil langkah untuk mengerjasamakan pengoperasian KA khusus ini buat mahasiswa Unsri. KA jauh lebih aman dan murah bagi mahasiswa,” tutur Ismawaty, Kepala Sub Bagian Tata Usaha Dinas Perhubungan Sumsel, saat ditemui di Stasiun Indralaya.
Ismawaty menambahkan, pihaknya saat ini tengah mewacanakan penambahan sarana bus feeder bagi mahasiswa dari kampus Unsri menuju Stasiun Indralaya. Karena menurutnya, kapasitas dua bus kecil yang disediakan pihak kampus saat ini relatif kurang memadai untuk melayani kebutuhan secara maksimal.
”Satu bus maksimal paling hanya mampu mengangkut berapa penumpang? Kasihan mahasiswa, karena takut telat masuk kuliah, mereka sering berjejalan di bus yang kecil itu. Anda bisa lihat sendiri, kan? Apalagi sekarang, tingkat isian KA Kertalaya maupun KA Seruni terus bertambah,” imbuhnya. *** Jika berbicara tentang ketepatan waktu yang mengacu pada tren peningkatan jumlah penumpang KA Kertalaya dan Seruni saat ini, keterbatasan armada bus penjemput mahasiswa Unsri dari kampus menuju Stasiun Indralaya dan sebaliknya, pastinya akan menjadi masalah baru yang harus segera diselesaikan. Setidaknya, hal ini menjadi bahan pemikiran bagi pihak manajemen Unsri maupun pemerintah daerah setempat yang mengorientasikan pengoperasian KA khusus untuk melayani mahasiswa dan staf pengajar.
Namun begitu, bukan berarti PT KA Divre III Sumsel cukup berdiam diri menunggu aksi pemprov dan pihak Unsri untuk memikirkan pengadaan sarana penyambung antara Stasiun Indralaya dan kampus. Karena berdasarkan penuturan sejumlah mahasiswa, pada kurun dua minggu belakangan, waktu pemberangkatan KA Kertalaya dan Seruni kerap molor dari jadwal.
”Kemarin terlambat, sekarang juga telat. Seharusnya kereta sudah berangkat dari jam 9.00 tadi. Tapi sekarang sudah hampir jam 10.00, keretanya belum juga datang,” tutur Lovi.
Menjawab ini, Odang Bhakti mengatakan bahwa pihaknya saat ini pun tengah memikirkan hal tersebut. Diakuinya, bukan hanya jadwal perjalanan KA Seruni dan KA Kertalaya, jadwal KA-KA angkutan penumpang lain yang dilayani Stasiun Kertapati juga kerap terganggu karena sering berbenturan dengan program perjalanan KA pengangkut barang yang sangat padat setiap harinya.
Sebut saja misalnya KA batubara rangkaian panjang (Babaranjang), yang memiliki 28 jadwal perjalanan pergi-pulang per hari. Belum lagi ditambah dengan KA batubara reguler (18 jadwal, PP), KA Klinkers (4 jadwal, PP), KA pengangkut BBM (6 jadwal, PP), serta KA pengangkut pulp (2 jadwal, PP). Sedangkan jadwal KA penumpang yang dilayani meliputi 18 waktu perjalanan pergi-pulang.
Struktur perlintasan KA yang masih menggunakan single track (jalur tunggal) membuat kondisi tersebut relatif sulit untuk disikapi. Lain cerita jika infrastruktur perlintasan di wilayah ini sudah menerapkan pola jalur ganda (double track) atau pun jalur dwi ganda (double-double track).
”Memang dilematis, tapi memang begitu faktanya. KA penumpang harus sering mengalah dengan KA Babaranjang. Karena jika KA Babaranjang yang harus dikorbankan, tingkat kerugiannya akan berlipat-lipat jauh lebih besar ketika kita harus mengorbankan KA angkutan penumpang,” ungkap Odang.
Dalam sekali jalan, sebut Odang, biaya jasa operasional KA Babaranjang yang pelayanannya nonstop dilakukan selama 24 jam itu bisa mencapai hingga ratusan juta rupiah. ”Babaranjang biaya operasionalnya Rp227 juta sekali jalan. Sedangkan KA penumpang eksekutif Limeks Sriwijaya misalnya, hanya sekitar Rp20 jutaan. Apalagi kalau harus dibandingkan dengan KA kelas ekonomi, yang paling besar hanya sekitar Rp8 juta, kerugiannya pasti tinggi sekali,” imbuhnya.
Namun, Odang menegaskan, menghadapi persoalan tersebut pihaknya tidak akan menyerah pada keadaan. Kondisi ini dijadikan tantangan baginya dan seluruh jajaran di bawahnya. Karena dengan alasan apa pun, mutu pelayanan terhadap angkutan penumpang harus ditingkatkan, sementara di satu sisi pelayanan angkutan batubara di rute tersebut juga tidak boleh terhambat.
”Salah satu caranya mungkin akan kita sesuaikan lagi jadwal perjalanan KA program (Babaranjang) dengan KA penumpang. Misalnya, jangan sampai dua kereta diberangkatkan pada waktu yang bersamaan,” pungkasnya. |
0 komentar:
Posting Komentar